[OPINI] Memadamkan Pengangguran, Mengobarkan Kemakmuran - Berita - Badan Pusat Statistik Kota Kupang

Pelayanan Statistik Terpadu BPS Kota Kupang Jl Frans Seda Kayu Putih Oebobo. Buka hari kerja Senin sampai dengan Jumat pk.08.00 s/d 15.30

Anda hobi menulis? Submit karya ilmiah Anda di Jurnal Statistika Terapan (JSTAR) BPS Provinsi NTT melalui tautan jstar.id

Dapatkan data statistik lebih mudah dengan mengunduh aplikasi Allstat BPS di Play Store dan App Store

[OPINI] Memadamkan Pengangguran, Mengobarkan Kemakmuran

[OPINI] Memadamkan Pengangguran, Mengobarkan Kemakmuran

23 Agustus 2021 | Kegiatan Statistik Lainnya


Penulis : Irene Rosanti Naben

Mahasiswa Universitas Timor /PKL di Kantor Badan Pusat Statistik Kota Kupang.

 

Pengangguran merupakan permasalahan kekal yang tidak pernah teratasi oleh suatu negara. Dilihat dari 10 negara dengan jumlah pengangguran paling banyak di dunia versi World Population Review (AKURAT.CO pada 10 Februari 2020), Indonesia berada di posisi kesembilan. Indonesia menyumbang sekitar 0,21 persen dari jumlah pengangguran di seluruh dunia atau setara dengan 15,1 juta jiwa.

            Lembaga yang bertugas dalam mengumpulkan data pengangguran di Indonesia adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Ada beberapa konsep penting terkait dengan pengangguran dalam indikator ketenagakerjaan. Pertama, pengangguran adalah mereka yang tidak punya pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan. Kedua, mereka yang tidak punya pekerjaan dan sedang mempersiapkan usaha.

Ketiga, mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan. Keempat, mereka sudah di terima bekerja atau punya pekerjaan tetapi belum memulai bekerja.

Tingkat pengangguran yang semakin tinggi berdampak pada tidak optimalnya sumber daya dan potensi yang ada. Menjadi beban keluarga dan masyarakat. Menjadi sumber utama dari kemiskinan serta menjadi penghambat pembangunan.

Tingkat pengangguran di perkotaan lebih tinggi dari wilayah pedesaan. Hal ini disebabkan karena meningkatnya laju urbanisasi di kota-kota besar dan kurangnya lapangan pekerjaan yang di butuhkan.

Berdasarkan publikasi World Bank 2020, persentase tingkat pengangguran yang paling tinggi adalah dari mereka yang tingkat pendidikannya sekolah menengah. Selanjutnya, dari mereka yang merupakan lulusan perguruan tinggi. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah kejuruan mengalami kesulitan menemukan pekerjaan.

Di Indonesia, pengangguran terbanyak di usia 15-29 tahun atau yang dikategorikan dalam usia muda. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, anak muda yang berumur 15-24 tahun memiliki tingkat pengangguran paling tinggi.

Kelompok usia 15-19 tahun memiliki presentase sebesar 24,34 persen. Sedangkan kelompok 20-24 tahun sebesar 18,71 persen. Secara total maka pengangguran pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai 43,05 persen. Ini berkebalikan dengan asumsi kebanyakan orang bahwa makin tinggi pendidikan maka semakin mudah untuk mencari pekerjaan.

Salah satu penyebab banyaknya kaum muda yang menganggur disebabkan rendahnya minat pengusaha untuk memperkerjakan mereka. Banyak anggapan bahwa para pencari kerja usia muda kurang berpengalaman atau dianggap tidak siap bekerja.

Anggapan tersebut mengakibatkan angkatan kerja usia muda dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja apa saja dengan upah berapa saja. Atau tidak bekerja sama sekali dan menjadi penganggur.

 

Masalah pengangguran di NTT

Menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi NTT yang dirilis pada 05 mei 2021, Tingkat Pengangguran Terbuka pada Februari 2021 sebesar 3,38 persen. Mengalami penurunan sebesar 0,90 persen poin dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2020.

Jika pemerintah abai dan lalai terkait data ketenagakerjaan maka angka pengangguran dapat semakin meningkat. Tingginya angka pengangguran dapat menciptakan masalah sosial di masyarakat. Seperti semakin bertambahnya penduduk miskin, tingginya angka kriminalitas, dan berbagai permasalahan sosial lainnya.

Begitu banyak kondisi yang menjadi penyebab angka pengangguran mengalami peningkatan. Salah satunya adalah jumlah penduduk yang tinggi sedangkan kesempatan kerja atau lapangan kerja relatif rendah. Adapun penyebab lain seperti pendidikan dan keterampilan yang rendah, lapangan kerja yang dipengaruhi oleh musim, penggunaan teknologi yang semakin maju sehingga membuat kebutuhan tenaga kerja semakin sedikit dan lain sebagainya.

            Tidak hanya itu, sejak adanya pandemi Covid-19 yang meluas hingga ke pelosok-pelosok NTT memberi dampak pengangguran yang meningkat. Pandemi covid-19 memaksa sejumlah daerah untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlanjut hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Akibatnya banyak perusahaan terpaksa menutup ataupun ditutup operasionalnya. Hal ini berdampak pada pelaku usaha yang memPHK karyawan- karyawannya yang pada akhirnya menjadi pengangguran.

            Data Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, pada periode Februari 2021 terdapat 2,88 juta orang yang terkategori sebagai angkatan kerja. Angka tersebut mengalami kenaikan sebanyak 0,03 juta orang dibandingkan dengan kondisi Agustus 2020.

            Penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 0,05 juta orang pada Februari 2021 dibandingkan dengan Agustus 2020. Jumlah yang bekerja pada Februari 2021 mencapai 2,78 juta orang. Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari 2021 adalah sebesar 3,38 persen. Mengalami penurunan 0,90 persen dibandingkan dengan kondisi Agustus 2021.

            Lebih lanjut, terdapat 308,04 ribu orang yang terdampak Covid-19. Dari yang terdampak, kategori yang dominan ada pada penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19. Jumlahnya mencapai 277,83 orang. Sedangkan yang menjadi pengangguran karena Covid-19 sebanyak 6,19 ribu orang.

Dampak pengangguran

Jika angka pengangguran meningkat dengan drastis, tentu saja memberikan dampak buruk. Menimbulkan berbagai efek negatif kepada perekonomian masyarakat. Pertumbuhan ekonomi melambat bahkan minus. Lesunya ekonomi menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi karena kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar oleh masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun maka pemerintah sulit untuk menjalankan pembangunan yang berkelanjutan.

Selain itu, pengangguran menyebabkan daya beli masyarakat berkurang. Akibatnya permintaan barang-barang hasil produksi akan berkurang. Biaya bantuan sosial pemerintah semakin bertambah. Produktivitas dan pendapatan masyarakat berkurang. Bila kondisi ini terus terjadi maka masalah kerawanan sosial dan kriminal tak terelakkan.

Kebijakan untuk mengatasi pengangguran

Menurunkan angka pengangguran memang bukan hal yang mudah. Tentu untuk menuntaskan persoalan pengangguran ini tidak semudah membalik telapak tangan. Secara umum, banyak kalangan menginginkan kecepatan dan keseriusan penanganan masalah pengangguran ini. Sebab pada hakikatnya hasil-hasil pembangunan diperuntukkan bagi manusia itu sendiri termasuk menekan angka pengangguran.

            Adapun beberapa solusi yang saat ini terus diupayakan pemerintah (pusat dan daerah) adalah menciptakan lapangan pekerjaan yang lebih luas, mengoptimalkan Kartu Pra-Kerja, mendorong dunia usaha agar memberikan insentif bukan PHK. Memperbanyak proyek magang bagi calon tenaga kerja dan juga meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja. Melatih para pengangguran yang terdidik agar bisa menciptakan lapangan kerja sendiri. Memberikan motivasi kepada pengangguran terutama mengubah pola pikir untuk menjadi wirausahawan. Menyediakan panduan yang ditujukan bagi perusahaan dan pekerja utamanya menyangkut perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan usaha. Serta hingga saat ini berupaya agar pandemi Covid19 cepat berlalu sehingga ekonomi pulih kembali.

            Tentunya pemerintah tidak bisa mengatasi pengangguran tanpa ada bantuan dari pihak lain. Rakyat, pengusaha, akademisi dan semua elemen masyarakat tentu perlu saling bekerja sama untuk mewujudkan negara sejahtera. Tidak ada seorangpun menginginkan menjadi penganggur bukan? Jika pengangguran dapat “ditekan” bukankah ekonomi negara menjadi kuat dan masyarakat menjadi makmur?  Mari bersama “memadamkan” pengangguran dan “mengobarkan” kemakmuran. Semangat.

 

 **) Terbit di Rubrik OPINI Timor Express, 23 Agustus 2021
Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik Kota Kupang (Statistics of Kupang Municipality) Jl. Frans Seda Kayu Putih Oebobo Kota Kupang

Telp. (0380) 824432 Mailbox : bps5371@bps.go.id

logo_footer

Tentang Kami

Manual

S&K

Daftar Tautan

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik