Oleh: Andrew Donda M., SST, M.Si
Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
Badan Pusat Statistik Kota Kupang
Pro dan kontra Peraturan Gubernur (Pergub) Nusa Tenggara Timur Nomor 56 Tahun 2018 tentang Hari Berbahasa Inggris atau English Day
terus menjadi topik pembicaraan “panas” berbagai kalangan di NTT. Sejak
Pergub ini diberlakukan pada tangggal 30 Januari 2019, setiap hari Rabu
semua Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib menggunakan Bahasa Inggris
sebagai alat komunikasi selama satu hari penuh. Hari Berbahasa Inggris
juga berlaku bagi seluruh masyarakat NTT, apalagi bagi masyarakat di
kawasan desa wisata. Kebijakan pemerintah NTT ini adalah inovasi dan
terobosan yang luar biasa. Akan tetapi, perlukah program Hari Berbahasa
Inggris bagi masyarakat NTT pada kondisi saat ini?
Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia selama
periode 2018 mencapai 15,81 juta kunjungan (BPS, Berita Resmi Statistik
Perkembangan Pariwisata dan Transportasi Nasional Desember 2018).
Terdapat 5 negara dengan kunjungan wisman paling banyak ke Indonesia
yaitu wisman kebangsaan Malaysia dengan 2,50 juta kunjungan (15,83
persen), wisman Tiongkok dengan 2,14 juta kunjungan (13,52 persen),
wisman Singapura dengan 1,77 juta kunjungan (11,19 persen), wisman Timor
Leste dengan 1,76 juta kunjungan (11,15 persen), dan juga wisman
Australia dengan 1,30 juta kunjungan (8,23 persen). Dari kelima negara
tersebut, hanya wisman kebangsaan Australia dan Singapura yang fasih
dalam menggunakan Bahasa Inggris.
Lalu bagaimana dengan data dan fakta kunjungan wisman ke NTT? Pintu
masuk utama wisman menuju berbagai tempat di NTT adalah melalui jalur
udara (Bandara Internasional El Tari – Kupang) dan juga melalui jalur
darat (Pintu Masuk Atambua). Hingga saat ini, NTT belumlah menjadi
destinasi utama dan prioritas kunjungan wisman. Kalaupun ada, jumlahnya
masih relatif sedikit. Wisman lebih memilih pintu masuk utama ke
Indonesia melalui Bandara Internasional Ngurah Rai (Denpasar,Bali),
Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta), atau Bandara
Internasional Juanda (Surabaya) untuk kemudian melanjutkan perjalanannya
ke berbagai destinasi di NTT. Sedangkan kunjungan wisman dari jalur
darat melalui pintu masuk Atambua selama tahun 2018 mencapai 85,91 ribu
kunjungan. Tentu saja mayoritas wisman tersebut adalah berkebangsaan
Timor Leste yang justru menggunakan Bahasa Tetun ataupun Portugis dalam
berkomunikasi.
Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari Pergub Hari Berbahasa
Inggris. Pertama, terkait dengan sasaran, tujuan, dan urgensi dari
kebijakan ini. Jika sasarannya adalah ASN di seluruh lingkup
pemerintahan NTT maka pelayanan publik kepada masyarakat akan terganggu.
Bayangkan saja, contoh kecilnya adalah setiap hari Rabu masyarakat akan
kesulitan mendapatkan pelayanan di Kantor Lurah atau Kantor Camat. Hal
ini karena pegawai yang melayani dan masyarakat yang dilayani “dipaksa”
oleh Pergub untuk berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris. Masyarakat
umum tentu akan enggan mengurus berbagai pelayan publik di hari Rabu
karena kesulitan dalam berkomunikasi dengan Bahasa Inggris. Bukankah
akan lebih baik apabila kebijakan ini diberlakukan bagi ASN yang tidak
berkaitan langsung dengan pelayanan publik sehingga pelayanan kepada
masyarakat tetap berjalan dengan normal?
Selanjutnya, terkait urgensi penggunaan Bahasa Inggris oleh
masyarakat luas di NTT. Bagaimana mungkin masyarakat mampu menggunakan
dan berkomunikasi Bahasa Inggris apabila tidak pernah mendengar dan
mempelajari bahasa tersebut. Penggunaan dan pembelajaran Bahasa Inggris
di sebagian besar masyarakat NTT mungkin dialami hanya pada saat duduk
di bangku pendidikan setingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)
hingga jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). Hanya ada beberapa wilayah
tertentu di NTT (salah satunya Kota Kupang) yang pada tingkat Sekolah
Dasar, Taman Kanak-Kanak (TK) bahkan pada jenjang Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) yang mengajarkan dan mengenalkan Bahasa Inggris dalam
kegiatan belajar mengajarnya. Idealnya, sisi pendidikan inilah yang
perlu menjadi “sasaran” utama Hari Berbahasa Inggris. Setiap siswa dari
jenjang PAUD, SD, SMP, SMA, bahkan Perguruan Tinggi menggunakan bahasa
internasional yaitu Bahasa Inggris pada hari tertentu. Apabila program
ini dijalankan secara berkesinambungan maka generasi muda NTT diharapkan
akan mampu menguasai Bahasa Inggris secara lisan maupun tertulis.
Sumber:
https://timorexpress.fajar.co.id/2019/02/27/memaksa-warga-ntt-berbahasa-inggris/