Oleh: Andrew Donda M., SST, M.Si
Kepala Seksi Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Kota Kupang
Pekan pertama bulan Juni diawali bangsa
Indonesia dengan memperingati hari lahir Pancasila. Setiap tanggal 1
Juni, kita kembali merefleksikan pondasi berdirinya negara ini yaitu
Pancasila. Buah pemikiran dari seorang tokoh bangsa dan presiden pertama
Indonesia, Ir. Soekarno atau akrab disapa Bung Karno.
Pancasila merupakan hasil permenungan
mendalam Bung Karno terhadap permasalahan kebangsaan Indonesia.
Perenungan itu dilakukan beliau ketika diasingkan oleh Belanda
(1934-1938) ke sebuah tempat “terpencil” di Pulau Flores, Nusa Tenggara
Timur tepatnya di Kota Ende.
Nilai-nilai Pancasila memiliki makna yang
mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulai dari nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan.
Sila kelima mengenai keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut. Hal
ini karena cita-cita luhur Bung Karno yang menginginkan agar
pembangunan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat di Indonesia.
Gagasan Pancasila yang salah satu butirnya
berisikan tentang keadilan pembangunan, tercetus di salah satu kawasan
“terbelakang” pada saat itu, Nusa Tenggara Timur. Lalu bagaimana dengan
kondisi pembangunan daerah ini sekarang?
Isu Kesenjangan Wilayah
Wilonoyudho (2009) menyatakan bahwa isu kesenjangan wilayah (regional imbalance)
merupakan hal yang tak bisa dihindari dalam proses pembangunan yang
terjadi. Isu utama kesenjangan pembangunan adalah ketimpangan antara
kawasan perkotaan dan pedesaan, serta ketimpangan antara Kawasan Barat
Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Mappamiring (2006) dalam penelitiannya
menghasilkan 4 kesimpulan. Salah satu kesimpulan yang menarik adalah
terkait kesenjangan serta polarisasi antara KBI dan KTI yang memperlemah
fundamen ekonomi, ketahanan nasional dan juga kesejahteraan rakyat.
Isu kesenjangan wilayah dapat tergambarkan
melalui struktur perekonomian Indonesia dengan melihat besaran nilai
Produk Domestik Bruto (PDB). Hingga saat ini perekonomian Indonesia
masih didominasi oleh kelompok provinsi di KBI (Pulau Jawa dan
Sumatera). Bahkan pada kondisi Triwulan I tahun 2020, provinsi-provinsi
di Pulau Jawa memberikan kontribusi sebesar 59,14 persen terhadap PDB
nasional.
Bandingkan dengan kontribusi Kawasan Timur
Indonesia yang kisaran kontribusinya hanya dibawah 3 persen saja.
Kontribusi perekonomian pulau Bali dan Nusa Tenggara hanya sebesar 2,95
persen. Sedangkan kontribusi Pulau Maluku dan Papua hanya sebesar 2,20
persen.
Artinya sebagian besar aktivitas
perekonomian dan pembangunan yang terjadi di negeri ini hanya terfokus
di Kawasan Barat Indonesia. Lebih tepatnya di Pulau Jawa. Lalu salahkan
jika ada yang bertanya tentang dimanakah letak keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia?
Potret Pembangunan di Nusa Tenggara Timur
Puluhan tahun yang lalu, Bung Karno
diasingkan ke tempat yang “jauh dari peradaban” saat itu yakni Nusa
Tenggara Timur. Seiring perjalanan waktu, apakah pembangunan yang
terjadi di kawasan ini telah memberi dampak kesejahteraan sesuai dengan
sila kelima Pancasila buah pemikiran Bung Karno?
Ada banyak indikator yang digunakan untuk
memperoleh gambaran keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Salah
satu yang umum digunakan adalah Human Development Index atau biasa disebut dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
IPM adalah indikator penting untuk mengukur
keberhasilan suatu wilayah dalam membangun kualitas hidup penduduk atau
masyarakat yang bermukim dalam wilayah tersebut. Dimensi dasar
perhitungan IPM terdiri dari 3 aspek yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living).
Nilai akhir perhitungan IPM akan terbagi
menjadi empat kelompok. Pengelompokkan ini bertujuan untuk
mengorganisasikan wilayah-wilayah menjadi kelompok-kelompok yang sama
dalam hal pembangunan manusia.
Wilayah yang hasil perhitungan IPMnya lebih
besar atau sama dengan 80 dikategorikan sebagai kelompok capaian IPM
“sangat tinggi”. Wilayah dengan perhitungan IPM antara 70 dan dibawah 80
terkategori “Tinggi”.
Wilayah dengan nilai IPM antara 60 dan
dibawah 70 terkategori “sedang”. Sedangkan nilai IPM dibawah 60 berarti
terkategori kelompok wilayah dengan capaian pembangunan manusia yang
“rendah”.
IPM Kawasan Timur Indonesia masih
tertinggal jauh dari angka IPM Nasional yang pada tahun 2019 telah
mencapai angka 71,92 (kategori “tinggi”). Provinsi Papua (60,84), Papua
Barat (64,70), dan Nusa Tengara Timur (65,23) merupakan 3 provinsi
dengan nilai IPM terendah.
Kondisi ketimpangan pembangunan KBI dan KTI
juga tergambarkan dari Perpres Nomor 63 Tahun 2020 tentang Penetapan
Daerah Tertinggal Tahun 2020-2024. Dalam lampiran tersebut,
kabupaten-kabupaten dari Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur mendominasi wilayah dengan kategori
“tertinggal”.
Lebih khusus di NTT, dari total 22 kab/kota
yang ada ternyata berdasarkan Lampiran Perpres tersebut terdapat 13
kabupaten yang terkategori daerah tertinggal. Persentase daerah
kabupaten tertinggal di NTT mencapai 59,09 persen.
Sinergi Kebijakan
Saat ini, kebijakan pembangunan yang
dijalankan oleh pemerintah pusat sangat masif pada Kawasan Timur
Indonesia. Berbagai infrastruktur dibangun demi mengejar banyak
“ketertinggalan” pembangunan yang telah terjadi puluhan tahun.
Pembangunan waduk/bendungan untuk lahan
pertanian. Pembangunan jalan raya dan jembatan untuk akses dan
distribusi barang maupun orang. Bandara dan pelabuhan yang sudah ada
juga direvitalisasi secara bertahap.
Yang dibutuhkan sekarang adalah sinergi
kebijakan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jangan ada
penjabaran yang berbeda di daerah terkait kebijakan yang digulirkan oleh
pemerintah pusat.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota idealnya juga memiliki grand design pembangunan
wilayah. Mau diarahkan kemana pembangunan daerahnya masing-masing.
Potensi masing-masing daerah harus mampu digali dan dikembangkan secara
optimal.
Monitoring dan evaluasi kebijakan
pemerintah seyogianya berbasis data dan statistik. Oleh karenanya
kinerja setiap aparatur dan hasil kebijakan dapat terlihat secara
“transparan” dan “terukur” oleh seluruh masyarakat.
Kawasan Timur Indonesia secara umum dan NTT
secara khusus masih dihadapkan kepada berbagai persoalan yang kompleks.
Mulai dari tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Juga “segudang”
permasalahan pada sektor pendidikan, sektor kesehatan, perumahan, dan
sektor lainnya.
Oleh karena itu maka peran aktif akademisi,
pengusaha, serta seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan untuk
mengawal setiap kebijakan yang digulirkan. Diperlukan kritik membangun
disertai dengan tawaran solusi bagi setiap persoalan yang dihadapi.
Tanpa ada sinergi dan kolaborasi antara
sesama anak bangsa apakah keadilan untuk seluruh bangsa Indonesia dapat
terwujud? Bung Karno saja pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah
karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena
melawan bangsamu sendiri.”