Penulis: Serlinha W. Sir
Mahasiswi
STIE IEU Surabaya/PKL di Kantor BPS Kota Kupang
Bulan
Agustus ini seluruh rakyat merayakan hari ulang tahun Republik Indonesia yang
ke-76. Umur ini boleh dibilang memasuki era “Lansia”. Walaupun sudah mencapai
umur yang “tua”, namun tak dapat dipungkiri masih banyak persoalan bangsa yang
harus dihadapi hingga kini. Salah satunya terkait dengan Pembangunan Manusia. Pandemi
Covid-19 yang masih terjadi menambah pelik
berbagai persoalan pembangunan manusia yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Pembangunan Manusia merupakan salah satu tujuan penting bagi
suatu negara. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk mewujudkan sumber daya
manusia berkualitas. Selain itu juga untuk menciptakan lingkungan hidup yang
produktif.
Sebelum
tahun 1970, pembangunan semata-mata dipandang hanya sebagai fenomena ekonomi
saja (Todaro dan Simth, 2003). Konsep pembangunan manusia pertama kali
diperkenalkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada
tahun 1900 melalui laporan yang berjudul Human Development Report (HDR).
Dalam laporannya tersebut UNDP menyatakan bahwa manusia adalah kekayaan bangsa
yang sesungguhnya.
Pembangunan
manusia menempatkan “manusia” sebagai pusat atau inti dari pembangunan bukan
hanya sekedar “input” atau “objek”. Oleh karena itu, tujuan utama
dari pembangunan adalah untuk menciptakan lingkungan bagi masyarakat untuk
menikmati umur panjang, hidup sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif
(UNDP, 1990).
Indonesia sendiri menjabarkan hal tersebut dalam salah satu
target pembangunan nasional melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Hal ini
telah tertuang dalam RPJMN 2020–2024 yang didalamnya memuat sembilan agenda
pembangunan (Nawacita). Tujuan prioritas dalam Nawacita tersebut adalah untuk
mewujudkan manusia Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing, manusia
Indonesia yang sehat, cerdas, kreatif, inovatif, dan terampil.
Sekilas
Mengenai IPM
UNDP telah sejak lama mengembangkan metode
untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu wilayah yang proses pembangunannya
berfokuskan pada manusia. UNDP menyusun Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini menjelaskan bagaimana penduduk
dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan,
pendidikan, dan lain sebagainya. IPM diperkenalkan oleh UNDP sejak tahun
1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam bentuk laporan tahunan.
IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar
yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. IPM
merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun
kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk).
Penggunaan IPM membuat suatu wilayah dapat
dikategorikan dalam peringkat atau level tertentu (rendah,sedang atau tinggi). Selain
sebagai ukuran kinerja Pemerintah, IPM juga digunakan sebagai salah satu
alokator dalam penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).
Pembangunan Manusia NTT dimasa pandemi
Covid-19
Pandemi
Covid-19 sangat berdampak pada
berbagai aspek kehidupan manusia. Tidak terkecuali aspek-aspek yang berkaitan
langsung dengan Pembangunan Manusia. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari
pandemi Covid-19 yaitu melambatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditimbulkan
oleh turunnya permintaan barang dan jasa, turunnya harga komoditas dan turunnya
minat investor luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia akibat pembatasan
kegiatan yang dilakukan pemerintah.
Aspek lain yang juga mengalami penurunan
yang signifikan yaitu turunnya kualitas Kesehatan masyarakat yang disebabkan
langsung oleh Virus Covid-19. Adapun faktor lain yang berkaitan langsung dengan
Pembangunan Manusia yang terkena dampak covid-19 adalah terjadi penurunan
kualitas pendidikan di Indonesia akibat kegiatan pendidikan yang dilakukan
secara daring atau virtual.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Pertumbuhan IPM di tengah pandemi COVID-19 mengalami perlambatan
di seluruh provinsi. Perbandingan IPM antarprovinsi tidak mengalami banyak
perubahan dalam periode 2019-2020. Capaian IPM tertinggi pada tahun 2020 masih
diraih oleh Provinsi DKI Jakarta (80,77), sedangkan capaian terendah ditempati
Provinsi Papua (60,44). Jika dibandingkan dengan angka nasional, terdapat 11
provinsi yang memiliki capaian IPM di atas angka nasional.
Posisi IPM Nusa Tenggara Timur menduduki urutan ketiga
IPM terendah di Indonesia dengan nilai 65,19. Nilai IPM NTT hanya lebih baik
dari Papua (60,44) dan Papua Barat (65,09). IPM NTT pada tahun 2020 telah bertumbuh
sebesar 8,22 persen sejak tahun 2011 dan telah masuk dalam kategori pembangunan
manusia kelompok “sedang”.
Pandemi Covid-19 yang sedang melanda Indonesia sejak
tahun lalu mengakibatkan penurunan nilai IPM di seluruh wilayah, tidak
terkecuali NTT. Pada tahun 2020 IPM NTT sebesar 65,19. Angka ini menurun
sebesar 0,04 poin dibandingkan dengan IPM NTT pada tahun 2019 yang sebesar
65,23.
Dari periode tahun 2019 hingga 2020, ada beberapa faktor
pembentuk IPM yang mengalami kenaikan. Pertama, Umur Harapan Hidup (UHH) pada
tahun 2019 (66,85) meningkat menjadi (67,01). Selanjutnya, Harapan Lama Sekolah
(HLS) pada tahun 2019 (13,15) meningkat menjadi (13,18). Kemudian Rata-rata
Lama Sekolah (RLS) pada tahun 2019 (7,55) meningkat menjadi (7,63). Sementara
satu faktor pembentuk nilai IPM di Nusa Tenggara Timur mengalami penurunan
yaitu pengeluaran per kapita masyarakat NTT. Semula pada tahun 2019 telah mencapai
Rp 7,8 juta mengalami penurunan di tahun 2020 menjadi Rp 7,6 juta.
Terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dari
faktor-faktor pembentuk nilai IPM pada tahun 2020. Tahun dimana Covid19 muncul
dan mewabah hingga saat ini. Pertama, Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) yang
merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat terus meningkat dari
tahun ke tahun. Dari tahun 2011 hingga 2020 Nusa Tenggara Timur mengalami
peningkatan Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH) sebesar 1,56 tahun dengan rata-rata
UHH tumbuh sebesar 0,26 persen. Bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk
hidup hingga 67,01 tahun. Meningkat 0,16 tahun dibandingkan tahun sebelumnya.
Selanjutnya, Anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk
bersekolah selama 13,18 tahun. Meningkat 0,03 tahun dibandingkan dengan tahun
2019. Sementara itu, penduduk usia 25 tahun ke atas secara rata-rata telah
menempuh pendidikan selama 7,63 tahun. Meningkat 0,08 tahun dibandingkan tahun
sebelumnya. Sedangkan pada pengeluaran per kapita masyarakat NTT tahun 2020
mengalami penurunan sekitar Rp. 171 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.
Status
Pembangunan Manusia di NTT berada pada status “Sedang” dengan IPM (65,19).
Dengan rata-rata pertumbuhan sejak tahun 2010-2020 sebesar 0,97%. Sejak 2011
Kota Kupang tetap menjadi kota dengan IPM tertinggi. Sebaliknya Kabupaten Sabu
Raijua menjadi wilayah dengan IPM terendah hingga tahun 2020 dengan nilai IPM
sebesar 57,02.
Dengan IPM tahun 2020 yang menurun dan masih
tetap di posisi 3 terbawah Provinsi dengan IPM terendah maka dapat disimpulkan
bahwa Pembangunan Manusia di NTT seperti “Jalan di tempat”. Salah satu faktor
yang harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah yaitu pengeluaran per
kapita masyarakat NTT yang turun di tengah Pandemi ini. Perbaikan kualitas
ekonomi di NTT perlu ditingkat guna meningkatkan IPM di NTT tanpa mengabaikan
sisi kesehatannya.
Salah
satu dimensi pembentuk pengeluaran perkapita yang menurun akibat angka
kemiskinan di NTT yang semakin meningkat di tahun 2020. Seperti yang kita tahu
sejak munculnya Covid-19 ini banyak lapangan kerja yang hilang serta terjadinya
PHK dimana-mana. Oleh karena itu, pemerintah harus melakukan upaya yang cepat,
tanggap, dan tepat sasaran untuk mengatasi hal ini. Peran penting masyarakat
juga di butuhkan dalam Pembangunan manusia agar pembangunan manusia di tanah
Flobamora bisa beranjak dan “melangkah maju” dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Semoga.
**) Terbit di Rubrik
OPINI Timor Express, 10 Agustus 2021