Penulis : Irene Rosanti Naben
Mahasiswa
Universitas Timor /PKL di Kantor Badan Pusat Statistik Kota Kupang.
Pengangguran merupakan permasalahan kekal yang tidak
pernah teratasi oleh suatu negara. Dilihat dari 10 negara dengan jumlah
pengangguran paling banyak di dunia versi World Population
Review (AKURAT.CO pada 10
Februari 2020), Indonesia
berada di posisi kesembilan.
Indonesia menyumbang sekitar 0,21 persen dari jumlah pengangguran
di seluruh dunia
atau setara dengan 15,1 juta jiwa.
Lembaga yang bertugas dalam
mengumpulkan data pengangguran di Indonesia adalah Badan Pusat
Statistik (BPS).
Ada beberapa konsep penting terkait dengan pengangguran dalam indikator
ketenagakerjaan.
Pertama, pengangguran adalah mereka yang tidak punya pekerjaan tetapi sedang
mencari pekerjaan.
Kedua, mereka yang tidak punya pekerjaan dan sedang mempersiapkan usaha.
Ketiga,
mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak
mungkin mendapatkan pekerjaan. Keempat, mereka sudah di terima
bekerja atau punya pekerjaan tetapi belum
memulai bekerja.
Tingkat
pengangguran yang semakin tinggi berdampak pada tidak optimalnya sumber daya dan
potensi yang ada.
Menjadi beban keluarga dan masyarakat. Menjadi sumber utama dari kemiskinan serta menjadi penghambat
pembangunan.
Tingkat pengangguran di perkotaan lebih tinggi dari wilayah pedesaan. Hal ini
disebabkan karena meningkatnya laju urbanisasi di kota-kota besar dan kurangnya
lapangan pekerjaan yang di butuhkan.
Berdasarkan publikasi World Bank 2020, persentase
tingkat pengangguran yang paling tinggi adalah dari mereka yang tingkat
pendidikannya sekolah menengah. Selanjutnya, dari mereka yang merupakan lulusan
perguruan tinggi. Mahasiswa yang baru lulus dari universitas dan siswa sekolah
kejuruan mengalami kesulitan menemukan pekerjaan.
Di Indonesia, pengangguran terbanyak di usia 15-29 tahun
atau yang dikategorikan dalam usia muda. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS) pada tahun 2020, anak muda yang berumur 15-24 tahun memiliki tingkat
pengangguran paling tinggi.
Kelompok usia 15-19 tahun memiliki presentase sebesar
24,34 persen.
Sedangkan kelompok 20-24 tahun sebesar 18,71 persen. Secara total maka pengangguran
pada kelompok usia 15-24 tahun mencapai 43,05 persen. Ini
berkebalikan dengan asumsi kebanyakan orang bahwa makin tinggi pendidikan maka
semakin mudah untuk mencari pekerjaan.
Salah
satu penyebab banyaknya kaum muda yang menganggur disebabkan rendahnya
minat pengusaha untuk memperkerjakan mereka. Banyak anggapan bahwa para pencari
kerja usia muda kurang berpengalaman atau dianggap tidak siap bekerja.
Anggapan tersebut mengakibatkan angkatan kerja usia muda
dihadapkan pada dua pilihan yaitu bekerja apa saja dengan upah berapa saja. Atau tidak bekerja sama sekali dan menjadi
penganggur.
Masalah pengangguran di NTT
Menurut data Badan Pusat
Statistik Provinsi NTT yang dirilis pada 05 mei 2021, Tingkat Pengangguran
Terbuka pada Februari 2021 sebesar 3,38 persen. Mengalami penurunan sebesar 0,90 persen poin dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2020.
Jika pemerintah abai dan lalai terkait data ketenagakerjaan maka angka
pengangguran dapat semakin
meningkat.
Tingginya angka pengangguran dapat menciptakan masalah sosial di masyarakat. Seperti semakin bertambahnya penduduk miskin, tingginya
angka kriminalitas, dan berbagai permasalahan sosial
lainnya.
Begitu banyak kondisi yang menjadi penyebab angka pengangguran mengalami peningkatan. Salah satunya
adalah jumlah penduduk yang tinggi sedangkan kesempatan kerja atau lapangan kerja
relatif rendah. Adapun penyebab lain seperti pendidikan dan keterampilan yang
rendah, lapangan kerja yang dipengaruhi oleh musim, penggunaan teknologi yang
semakin maju sehingga
membuat kebutuhan tenaga kerja semakin sedikit dan lain sebagainya.
Tidak
hanya itu, sejak adanya pandemi Covid-19 yang meluas hingga ke pelosok-pelosok
NTT memberi dampak
pengangguran yang
meningkat. Pandemi covid-19 memaksa sejumlah daerah untuk
menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlanjut hingga Pemberlakukan
Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Akibatnya banyak perusahaan terpaksa
menutup ataupun ditutup operasionalnya. Hal ini berdampak pada pelaku usaha yang memPHK
karyawan- karyawannya
yang pada akhirnya menjadi pengangguran.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, pada periode Februari 2021 terdapat 2,88 juta orang yang
terkategori sebagai angkatan kerja. Angka tersebut mengalami kenaikan sebanyak
0,03 juta orang dibandingkan dengan kondisi Agustus 2020.
Penduduk yang bekerja meningkat sebanyak 0,05 juta orang pada Februari 2021
dibandingkan dengan Agustus 2020. Jumlah yang bekerja pada Februari 2021
mencapai 2,78 juta orang. Sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Februari
2021 adalah sebesar 3,38 persen. Mengalami penurunan 0,90 persen dibandingkan
dengan kondisi Agustus 2021.
Lebih lanjut, terdapat 308,04 ribu orang yang terdampak Covid-19. Dari yang
terdampak, kategori yang dominan ada pada penduduk bekerja yang mengalami
pengurangan jam kerja karena Covid-19. Jumlahnya mencapai 277,83 orang.
Sedangkan yang menjadi pengangguran karena Covid-19 sebanyak 6,19 ribu orang.
Dampak pengangguran
Jika angka pengangguran meningkat dengan drastis, tentu saja memberikan
dampak buruk. Menimbulkan
berbagai efek
negatif kepada perekonomian masyarakat. Pertumbuhan
ekonomi melambat bahkan minus. Lesunya ekonomi menyebabkan
pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi
karena kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan
menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar oleh masyarakat pun akan
menurun. Jika penerimaan pajak menurun maka pemerintah sulit untuk menjalankan pembangunan
yang berkelanjutan.
Selain
itu, pengangguran menyebabkan daya beli masyarakat berkurang. Akibatnya permintaan
barang-barang hasil produksi akan berkurang. Biaya bantuan
sosial pemerintah semakin
bertambah. Produktivitas
dan pendapatan masyarakat berkurang. Bila kondisi ini terus terjadi maka masalah
kerawanan sosial
dan kriminal tak terelakkan.
Kebijakan untuk mengatasi pengangguran
Menurunkan angka pengangguran memang bukan hal yang mudah. Tentu untuk
menuntaskan persoalan pengangguran ini tidak semudah membalik telapak tangan.
Secara umum, banyak kalangan menginginkan kecepatan dan keseriusan penanganan masalah pengangguran ini. Sebab pada
hakikatnya hasil-hasil pembangunan diperuntukkan bagi manusia itu sendiri
termasuk menekan
angka pengangguran.
Adapun
beberapa solusi yang saat
ini terus diupayakan pemerintah (pusat dan daerah) adalah menciptakan
lapangan pekerjaan yang lebih luas, mengoptimalkan Kartu Pra-Kerja, mendorong
dunia usaha agar memberikan insentif bukan PHK. Memperbanyak proyek magang bagi calon tenaga kerja dan juga meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja.
Melatih para pengangguran yang terdidik agar bisa menciptakan lapangan kerja
sendiri. Memberikan
motivasi kepada pengangguran terutama mengubah pola pikir untuk menjadi
wirausahawan. Menyediakan
panduan yang ditujukan bagi perusahaan dan pekerja utamanya menyangkut
perlindungan pekerja atau buruh dan kelangsungan usaha. Serta hingga saat ini berupaya agar pandemi Covid19 cepat berlalu sehingga ekonomi pulih kembali.
Tentunya
pemerintah tidak bisa mengatasi pengangguran tanpa ada bantuan dari pihak lain. Rakyat,
pengusaha, akademisi dan semua elemen masyarakat tentu perlu
saling bekerja sama untuk mewujudkan negara sejahtera. Tidak ada
seorangpun menginginkan menjadi penganggur bukan? Jika pengangguran dapat “ditekan” bukankah ekonomi negara menjadi kuat dan masyarakat
menjadi makmur? Mari bersama “memadamkan”
pengangguran dan “mengobarkan” kemakmuran. Semangat.
**) Terbit di Rubrik OPINI Timor Express, 23
Agustus 2021