Penulis : Andrew Donda Munthe
(Statistisi
Ahli Muda BPS Kota Kupang/Alumnus Sekolah Pascasarjana IPB Bogor)
Hari Ulang Tahun Republik
Indonesia ke-76 bulan Agustus ini masih dalam suasana “genting” wabah virus
Covid-19. Banyak wilayah yang harus melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) Level 3 dan Level 4. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap
kondisi perekonomian masyarakat, termasuk juga masyarakat di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Lalu bagaimana kondisi terkini perekonomian di provinsi yang
dijuluki bumi Flobamora ini?
Sebelum mengulas tentang
kondisi perekonomian NTT, ada baiknya kita mencermati terlebih dahulu apa yang
terjadi di level nasional. Hasil rilis Badan Pusat Statistik (5/8/2021),
menyatakan bahwa pada triwulan II 2021
perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 7,07 persen.
Pertumbuhan tersebut dilihat
dari perbandingan triwulan II 2021 dan triwulan II 2020 (year on year). Kondisi ini
menunjukkan adanya perbaikan kondisi perekonomian di negeri ini. Periode yang
sama tahun lalu ketika Covid-19 masuk ke Indonesia, pertumbuhan ekonomi
terkontraksi (minus) sebesar 5,32 persen (year
on year).
Secara nasional, ada
beberapa lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan secara signifikan.
Pertumbuhan sektor-sektor tersebut tentunya menjadi pendorong perekonomian
Indonesia pada triwulan II 2021 bisa “melonjak”. Lapangan usaha yang dimaksud
adalah Transportasi dan Pergudangan (25,10 persen) serta Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum (21,58 persen). Sementara itu, lapangan usaha yang dominan
dalam perekonomian nasional yaitu Industri Pengolahan juga mengalami
pertumbuhan sebesar 6,58 persen.
Dari sisi pengeluaran maka
komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah Ekspor Barang dan Jasa
sebesar 31,78 persen (year on year).
Sedangkan komponen lainnya tumbuh antara 4 – 8 persen. Komponen Konsumsi
Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga tumbuh 4,12 persen. Komponen
Konsumsi Rumah Tangga tumbuh 5,93 persen. Komponen Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) tumbuh 7,54 persen. Sementara Komponen Konsumsi Pemerintah juga
tumbuh sebesar 8,06 persen.
Gambaran
Ekonomi NTT
Perekonomian NTT triwulan II
2021 tumbuh positif sejalan dengan yang terjadi di tingkat nasional. Akan
tetapi tingkat pertumbuhan ekonomi di NTT masih jauh dari angka pertumbuhan
Indonesia. Periode triwulan II ini dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun
2020, ekonomi NTT mampu tumbuh sebesar 4,22 persen (year on year).
Tumbuhnya perekonomian NTT
dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi lapangan usaha dan juga sisi
pengeluaran. Untuk sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi di NTT adalah
dari Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum. Pada triwulan II 2021 ini terjadi
pertumbuhan sebesar 24,86 persen.
Selanjutnya, lapangan usaha
yang tumbuh secara signifikan adalah Transportasi dan pergudangan serta Jasa
Perusahaan. Transportasi dan Pergudangan mengalami pertumbuhan sebesar 16,45
persen. Sedangkan Jasa Perusahaan tumbuh sebesar 9,42 persen.
Gambaran perekonomian NTT
dapat pula dilihat dari sisi pengeluaran. Pertumbuhan tertinggi pada triwulan
II 2021 berasal dari komponen Konsumsi Lembaga Non Profit Yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT). Pertumbuhannya mencapai 11,79 persen (year on year). Hal ini terjadi karena pada periode triwulan II 2021
terjadi badai Seroja di sebagian besar wilayah NTT. Hal ini membuat pengeluaran
dari berbagai LNPRT menjadi sangat besar pada triwulan II 2021. LNPRT yang
dimaksud seperti lembaga sosial, lembaga keagamaan, partai politik, lembaga
swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga non profit lainnya yang melayani
masyarakat di NTT.
Komponen pengeluaran yang lain
juga mengalami pertumbuhan positif. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah bertumbuh
sebesar 5,26 persen. Pengeluaran dari komponen ini lebih banyak digunakan untuk
pendanaan dalam rangka penanganan Covid-19 di berbagai wilayah di NTT.
Selanjutnya pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga juga tumbuh sebesar 2,37 persen.
Komponen lain dari sisi pengeluaran yang mengalami pertumbuhan positif adalah
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTB) yang tumbuh sebesar 2,13 persen.
Sejumlah ekonom memang sudah
memperkirakan bahwa triwulan II ini pertumbuhan ekonomi membaik. Penyebab
utamanya ada beberapa faktor. Pertama, Indonesia memang sedang dalam tren
pemulihan ekonomi. Kedua, konsumsi rumah tangga pada triwulan ini tetap besar
karena fenomena konsumsi/belanja hari raya Idul Fitri (Lebaran). Ketiga,
penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh pemerintah yang juga ikut mendorong
tingkat konsumsi masyarakat.
Permasalahannya sekarang
adalah memasuki triwulan III ini kasus Covid19 kembali melonjak. Langkah antisipasi
yang diambil pemerintah dengan melakukan PPKM Darurat yang kemudian dilanjutkan
dengan PPKM Level 3 dan Level 4. Hingga saat ini status PPKM tersebut masih
diperpanjang di wilayah-wilayah tertentu yang kasus terpapar Covid19 masih
tinggi.
Pelaksanaan PPKM tentu
mempengaruhi aktivitas berbagai elemen masyarakat dalam menggerakkan roda
perekonomian. Berbagai sektor kembali terpuruk. Pada akhirnya, ekonomi kita di Triwulan
III bisa saja kembali “lesu”.
Optimisme
Kebangkitan Ekonomi
Apabila kasus masyarakat
yang terpapar covid19 masih tinggi maka pelaksanaan PPKM masih akan terus
pemerintah jalankan. Hal ini tentu berpengaruh pada terbatasnya mobilitas
masyarakat dan rendahnya daya beli karena pendapatan yang menurun. Pada
akhirnya, tingkat penggangguran meningkat diiringi pula dengan naiknya tingkat
kemiskinan.
Kondisi tersebut tentu tidak
kita inginkan. Tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan akan berefek pada
meningkatnya tingkat kriminalitas. Orang yang tidak punya pekerjaan dan tidak
punya penghasilan harus tetap makan untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.
Jalan yang akhirnya dipilih untuk memenuhi kebutuhan “perut” adalah dengan
melakukan tindakan melanggar hukum. Pemulihan ekonomi adalah jawaban agar
kondisi demikian bisa dihindari.
Pemerintah harus terus
mengevaluasi keberhasilan pelaksanaan PPKM. Idealnya pelaksanaan PPKM akan
menurunkan kasus masyarakat yang terpapar Covid19. Akan tetapi di sisi lain ada
kegiatan usaha yang sementara “tutup” atau tidak berjalan optimal selama masa
PPKM. Pekerja informal maupun pengusaha skala mikro kecil bahkan menengah besar
juga perlu penanganan “ekstra”. Penyaluran bansos yang tepat sasaran.
Keringanan pajak serta relaksasi pinjaman merupakan bentuk “perhatian” yang
dibutuhkan.
Kesehatan masyarakat menjadi
prioritas utama sembari mengawal roda perekonomian masyarakat dapat terus
berputar. Salah satu yang perlu menjadi perhatian pemerintah adalah terkait
dengan optimalisasi kegiatan vaksinasi. Jika kegiatan itu terselenggara dengan
optimal maka akan tercipta kekebalan kelompok dalam menghadapi virus Covid19.
Vaksinasi memang tidak
menjadikan kita bebas dari terpaparnya virus Covid19. Kita masih berpeluang
untuk terpapar virus Covid19 tapi tubuh kita bisa lebih siap menghadapinya.
Vaksin membantu kita bertahan dari ancaman kematian akibat virus berbahaya ini.
Mereka yang terpapar virus ini pun mampu sembuh lebih cepat dengan gejala yang
relatif ringan jika terpapar.
Menjalankan protokol
kesehatan (prokes) menjadi hal yang harus terus menerus dilakukan secara
konsisten. Tubuh yang sehat membuat berbagai aktivitas ekonomi bisa berjalan
baik. Tanpa itu semua maka kita akan terus berada dalam pusaran penularan
Covid19. Kesehatan terganggu, kematian mengancam.
Jaga diri, jaga keluarga,
jaga lingkungan dengan tetap menjalankan prokes Covid19 dalam berbagai
aktivitas. Dengan demikian maka pemulihan masyarakat dari wabah Covid19 bisa
lebih cepat terealisasi. Indonesia pulih, Ekonomi bangkit. Bukankah itu menjadi
harapan kita semua?
**)
Terbit di Rubrik OPINI Pos Kupang, 13 Agustus 2021